(Artikel ini dimuat di Harian Republika)
Ditulis bersama Irfan Syauqi Beik, Dosen FEM IPB, Kandidat Doktor Ekonomi Islam IIU Malaysia
Pertumbuhan pasar keuangan syariah semakin menunjukkan peningkatan yang luar biasa dari tahun ke tahun. Beragam indikator menunjukkan bahwa kinerja pasar keuangan syariah dunia semakin membaik dan semakin menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya. Komisi Sekuritas Malaysia menyatakan bahwa nilai total aset 300 lembaga keuangan syariah di seluruh dunia, termasuk lebih dari 80 perusahaan asuransi syariah, diperkirakan telah melebihi angka 1 triliun dolar AS. Kemudian sekitar 350 reksadana syariah telah didirikan dengan net asset value lebih dari 300 miliar dolar AS.
Lembaga pemeringkat rating terkemuka Standard and Poor's bahkan telah mengkalkulasikan bahwa potensi pasar keuangan syariah dunia sesungguhnya mencapai angka 4 triliun dolar AS. Meski demikian, pangsa pasar keuangan syariah dunia masih berada pada kisaran angka 10 persen bila dibandingkan dengan total pangsa pasar keuangan global.
Perkembangan sukukSalah satu instrumen keuangan syariah yang saat ini tengah berkembang pesat adalah sukuk, atau obligasi syariah. Sejak Bahrain mengeluarkan sukuk yang pertama di dunia, yaitu sukuk Salam senilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001, nilai sukuk di pasar global menunjukkan perkembangan yang luar biasa. Diperkirakan saat ini nilai sukuk global telah mencapai angka 70 miliar dolar AS, dan diprediksi akan menyentuh angka 100 miliar dolar AS pada tahun 2010 (Standard and Poor's, 2007).
Hingga saat ini Malaysia masih mendominasi pasar sukuk, di mana dua per tiga sukuk dunia diterbitkan di bursa negera tersebut. Diprediksi dalam satu dekade mendatang, sukuk akan semakin memainkan peran yang sangat signifikan, terutama dalam membantu perusahaan-perusahaan maupun negara-negara yang membutuhkan pendanaan bagi pengembangan mega proyek infrastruktur. Bahkan di Timteng sendiri, peluang investasi yang ada dalam satu dekade mendatang diperkirakan mencapai angka 1 triliun dolar AS.
Yang menarik adalah, instrumen sukuk ini ternyata juga mampu menarik para investor non-Muslim. Setelah perusahaan Saxonat sukses menerbitkan sukuk senilai 100 juta Euro di Jerman, pemerintah Inggris pun tengah merencanakan untuk mengeluarkan sovereign sukuk pertamanya pada tahun 2008, dalam upaya untuk menjadikan London sebagai pusat keuangan syariah dunia, sebagaimana diisyaratkan oleh PM Gordon Brown. Jepang pun telah menunjukkan minat yang sama, dan merencanakan untuk menerbitkan sukuk senilai 3.00 juta dolar AS hingg 500 juta dolar AS, bekerja sama dengan Bank Negara Malaysia.
Kondisi demikian menunjukkan bahwa sukuk telah menjadi fenomena global yang bersifat lintas agama, budaya, dan bangsa. Di satu sisi, hal tersebut membanggakan dan menunjukkan universalitas serta komprehensivitas ajaran Islam. Namun di sisi lain, hal tersebut menuntut kerja keras dan kesigapan Indonesia untuk mengambil setiap peluang yang ada. Jika tidak, maka peluang tersebut akan dimanfaatkan oleh negara-negara lain yang notabene sudah sangat maju.
Meski lebih lambat, Indonesia pun berusaha untuk memainkan langkah yang proaktif dalam mengembangkan pasar keuangan syariahnya. Bahkan, upaya untuk memperkuat pasar modal syariah telah dinyatakan secara eksplisit dalam Master Plan Pasar Modal Indonesia 2005-2009. Bapepam sebagai otoritas pasar modal, telah mengeluarkan beberapa peraturan yang terkait dengan pasar modal syariah, seperti Peraturan No IX.A.13 tentang Penerbitan Sekuritas Syariah dan Peraturan No. IX.A.14 tentang Kontrak/Akad Syariah terkait dengan penerbitan sekuritas syariah tersebut. Dan yang baru saja dikeluarkan adalah Daftar Indeks Syariah. Terlepas dari pro dan kontra yang ada, penerbitan Daftar Indeks Syariah ini merupakan sebuah terobosan yang perlu dihargai.
Namun demikian, market share sukuk di Tanah Air masih sangat kecil, yaitu 2,5 persen (atau senilai Rp 3,17 triliun) dari keseluruhan penerbitan obligasi. Kemudian nilai aktiva bersih (NAB) reksadana syariah pun masih sangat kecil, berkisar pada angka Rp 1,2 triliun atau 1,7 persen dari total NAB seluruh reksadana yang ada. Mudah-mudahan ke depannya, pangsa pasar ini akan semakin tumbuh dan berkembang.
Manfaat UU SBSNDi antara solusi mendesak yang sangat dibutuhkan untuk mengembangkan sukuk dan bursa syariah Indonesia adalah dengan disahkannya RUU SBSN Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) menjadi undang-undang. UU tersebut diharapkan dapat memberi landasan hukum yang lebih kuat bagi penerbitan sukuk, terutama sukuk negara. Dalam banyak studi dan riset, faktor regulasi ini menjadi variabel yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan pasar modal, termasuk pasar modal syariah. Ada banyak manfaat yang akan diraih oleh bangsa ini jika RUU tersebut dapat segera disahkan. Dari sudut pandang investor, undang-undang tersebut akan memberikan jaminan kepastian hukum yang lebih besar. Selanjutnya, dukungan regulasi dan kebijakan yang tepat dan terencana akan menjamin efektivitas penerapan good corporate governance sekaligus peningkatan daya saing, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh Bernard S Black (2001) dalam risetnya terhadap bursa Korea Selatan. Dari riset itu dia merekomendasikan sejumlah reformasi kebijakan strategis yang perlu dilakukan pemerintah Korsel dalam meningkatkan iklim investasi dan menciptakan pasar modal yang lebih kompetitif.
Keuntungan lainnya, keberadaan undang-undang tersebut diyakini dapat mendorong pengembangan (inovasi) produk sukuk. Inovasi ini merupakan sesuatu yang sangat penting dan dapat menjadi mesin pertumbuhan (engine of growth) bagi industri keuangan syariah. Ayub dan Kawish (2007) dalam studi mereka tentang Bursa Syariah Malaysia, menyimpulkan bahwa inovasi produk yang dihasilkan dari dukungan regulasi dan kebijakan yang sangat kuat, adalah faktor utama yang menjadikan bursa syariah Malaysia menarik bagi arus investasi. Sehingga tidaklah mengherankan jika pada tahun 2006 lalu, volume penerbitan sukuk di Malaysia telah melebihi separuh dari total volume penerbitan obligasi secara keseluruhan. Dari 116 obligasi yang diterbitkan, 64 di antaranya adalah dalam bentuk sukuk.
Bagi perekonomian secara keseluruhan, UU SBSN tersebut nantinya diharapkan dapat memainkan peran yang lebih besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan, sehingga mampu mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan. Karena itulah, penulis memandang bahwa tidak ada alasan bagi DPR dan pemerintah untuk tidak segera merealisasikan terwujudnya undang-undang tentang sukuk ini. Penulis berkeyakinan, dengan komitmen kuat DPR dan pemerintah, maka pasar modal syariah Indonesia akan menjadi semakin berkembang dan semakin kompetitif, sehingga mampu menjadi gerbang masuk investasi yang sangat dibutuhkan oleh bangsa ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar